Jumat, 11 Januari 2019

Butuh Kesabaran

Menuntut ilmu itu bukan perkara mudah. Sebab ia adalah jalan menuju surga, bahkan jalan tercepat. Sedangkan surga dikelilingi oleh hal-hal yang dibenci syahwat manusia. Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam pernah bersabda:

"Surga diliputi oleh sesuatu yang dibenci sedangkan neraka diliputi oleh syahwat." (HR. Muslim: 7308)


Banyak orang yang awalnya bersemangat dalam menuntut ilmu, tapi dengan silih bergantinya hari tak sedikit yang akhirnya putus di tengah jalan.

Imam Ibnu Mubarak pernah menuturkan:

"Aku dan Ibrahim bin Adham keluar dari kota Khurasan, kami berjumlah 60 orang pemuda untuk menuntut ilmu. Tidak ada yang mendapatkan (ilmu) selain aku." (Hilyah al-Auliya’ 7/369)

Kemana yang lain? Apa sebabnya? Entahlah, namun yang jelas salah satunya karena tidak mampu terus bersabar.

Menuntut ilmu membutuhkan kesabaran yang tinggi, pengorbanan, serta semangat membaja. Tanpa itu mustahil seorang memperoleh ilmu.

Semoga kita semua diberi kesabaran oleh Allah untuk menuntut ilmu ini.

Catatan :
Didapat dari pesan whatsapp kiriman seorang teman, namun tidak mencantumkan sumbernya dari mana. Saya belum mendapatkan tentang kebenaran tulisan diatas. Terlepas siapapun penulisnya, sepertinya tulisan tersebut bisa menjadi inspirasi.

Sabtu, 23 Juni 2018

Penting Menjadi Perhatian

Kadang kita semangat sekali dalam membahas agama dan segala sesuatu yang terkait dengan Islam. Lebih dari itu, kita hobi debat yang tak berkesudahan. Entah itu kita benar-benar menguasai ilmu tetang permasalahan tersebut, entah kita hanya paham setengah-setengah, kemudian bicara agama dengan nalar dan logika. Kadang juga kita terlalu berlebihan ke amalan-amalan sunnah tertentu dan gampang meremehkan amalan orang lain.

Namun, ada kalanya kita kurang awas ketika adzan berkumandang. Tak jarang juga kita menganggap adzan itu sebagai suatu hal yang biasa saja, sehingga kita sering terlambat ke mesjid dan tidak mendapatkan takbir. Ketika shalat sedang berlangsung, tanpa kita sadari kita sering membiarkan pikiran menerawang. Selesai shalat, kitapun tak luput dari ketegesa-gesaan.

Tidakkah ini harus menjadi perhatian lebih?

Sungguh, tidak ada keutamaan ibadah apapun melainkan shalat wajib yang harus kita tunaikan sesempurna mungkin.

Selasa, 27 Februari 2018

Jagalah Rahasiamu

Aku melihat banyak orang tidak kuasa menyebar rahasia meraka. Kalau rahasia mereka menjadi tampak, merekapun mencela orang yang memberitakannya.

Sungguh aneh ! Bagaimana mereka bisa merasa berat untuk menyimpan rahasianya dan merasa gusar dengan orang yang menyebarkannya ?

Sungguh.. jiwa ini memang susah menyembunyikan sesuatu, dan merasa nyaman membocorkan rahasianya, terlebih lagi bila itu merupakan penyakit, kegundahan, atau kerinduan. Mereka beranggapan ini semua wajar bila dibocorkan. Yang harus dirahasiakan adalah sesuatu siasat dari seseorang yang ingin dia realisasikan untuk tujuan tertentu. Karena dengan membocorkan sebelum semua terwujud dengan sempurna, maka gagallah apa yang ingin mereka wujudkan. Dan tidak ada udzhur (alasan) bagi orang yang menyebarkan berita seperti ini.

Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam sendiri bila ingin melakukan sesuatu perjalanan (untuk berperang), beliau menyamarkan hal tersebut dan menampakkan hal selainnya. {Muttafaq ‘alaihi, diriwayatkan oleh Bukhari No.2947, Muslim No.2769}

Bila ada yang berkata, “Aku hanya menceritakan kepada orang yang terpercaya.” Maka dikatakan kepadanya, “Semua pembicaraan melebihi dua orang itu sudah tersebar beritanya. Bisa saja orang yang engkau beritahukan itu tidak bisa menyembunyikan rahasiamu.

Orang yang pikirannya mantab itu adalah orang rahasianya tidak tersebar kepada lainnya, dan dia juga tidak menyebarkannya kepada siapapun.”

Menutupi musibah termasuk dalam menyembunyikan rahasia, karena menampakkannya akan membuat senang musuh dan orang yang dengki. Sementara itu hal tersebut akan membuat orang yang mencintainya sedih dan berduka.

Mungkin seseorang melihat keikhlasan dan ketulusan dari temannya, lalu ia menyebarkan rahasianya. Dalam sebuah syair disenandungkan ;

Waspadalah terhadap musuh satu kali...
Tapi takutlah terhadap temanmu seribu kali...
Karena mungkin saja si teman berbalik menjadi musuh..
Maka dia lebih tahu dengan titik-titik yang akan mencelakakanmu…

Sumber Hal.136 #lisan

Selasa, 12 Desember 2017

Itiak Lado Hijau

Sore tadi istri saya bersama dua kakak perempuannya (ipar saya) masak-masak dirumah. Ternyata yang mereka masak itu adalah Gulai Itiak Lado Hijau, dan itu adalah kesukaan kami semua. Sebuah masakan khas Sumatra Barat yang bahan pokoknya adalah bebek digulai pakai cabe hijau dengan bumbu khas tersendiri.

Awalnya saya heran, tumben-tumben juga kompak bertiga. Dalam rangka apa ini ? Eh, ternyata alasannya adalah ipar saya yang kedua ini taragak saja. Malah beliau yang traktir potong bebek sampai 3 ekor, sementara istri sama ipar saya satu lagi cuma diminta bantu beresin bebek yang akan dimasak. Sedangkan untuk pengolahan dilakukan secara barengan.

Hasil masakan yang sudah jadi itu saya cicipi pas makan malam barusan. Rasanya enak dan pas sekali di lidah. Kalau boleh saya katakan promisi, itiak lado hijau hasil keroyokan ini juga tidak kalah juga dengan itiak lado hijau yang di jual di Koto Gadang.

Namun ada yang aneh. Tiba-tiba saja kok saya mulai berpikiran komersil gitu ya? Ya., Terlintas dalam benak saya namanya Itiak Lado Hijau dari Bandar Purus… Halah…! 😀