Selasa, 15 September 2015

Sindiran di Sosial Media

Entah lagi tren, atau memang hobi individu, sepertinya sindiran di sosial media (fb & twitter) sekarang benar-benar lagi marak. Sindiran tersebut bisa di tujukan kepada siapa saja, bahkan ke kawan sekalipun.

Kalau ditelusuri penyebabnya, mungkin saja penyindir tersebut bermaksud baik. Mereka ingin agar orang yang disindir itu mengerti kalau apa yang diperbuat itu salah. Jadi kedepannya diharapkan ada perubahan yang lebih baik terhadap orang yang dituju.

Sedangkan asumsi lain, bisa juga penyindir ingin mencurahkan emosi, hanya saja belum menemukan media yang cocok. Nah, berhubung fb dan twitter lagi ada, manfaatkan saja sekalian. (Entahlah, ini hanya perkiraan saya saja..)

Apakah sindiran di sosmed itu perlu? Umumnya status sindiran di sosmed tidak akan terasa bermanfaat langsung, karena disampaikan tidak dengan cara yang tepat. Secara psikologis, penerima sindiran cendrung malah merasa diserang atau dipojokkan. Sampai sekarang belum pernah ditemukan adanya pendapat bahwa orang yang disindir melalui sosial media akan merasa berterima kasih sekali karena telah diingatkan.

Bagi yang tidak merasa itu ditujukan kepada mereka, justru sindiran itu suatu hal yang sia-sia. Sangat jarang kita temui orang yang peduli dengan status sindiran yang muncul di akun sosmed mereka. Sebagian lagi ada yang menilai bahwa ini merupakan hal konyol yang tidak sepantasnya diungkap ke publik. Apalagi sindiran tersebut tidak jelas dan bersifat subyektif.

Secara pribadi saya lebih suka menyampaikan langsung kepada yang bersangkutan terhadap suatu apa yang dirasa kurang etis atau mengganjal. Apalagi terhadap orang-orang yang saya kenal. Penyampaian tersebut bisa berupa pesan atau bicara langsung kepada mereka dari pada harus membuat status sindiran tidak jelas.

Namun ada kalanya penyampaian secara langsung itu mempunyai resiko sendiri. Bisa jadi cara seperti ini bisa membuat orang yang dituju tidak mau terima, atau akan merusak suasana. Akan tetapi sikap ini jelas menunjukkan sportifitas, walaupun hasil yang diharapkan belum sesuai harapan. Jika penyampaian langsung ini dirasa belum memungkinkan, maka diam adalah solusi yang paling selamat.

Yang perlu dipahami, status di sosmed tidak ubahnya dengan lisan di dunia nyata. Status di sosmed akan menunjukkan bagaimana watak kita yang sebenarnya, yang kadang itu tidak terungkap dari perilaku sehari-hari. Namun bukan berarti juga selalu diam itu adalah emas. Hanya saja diperlukan sedikit selektif terhadap kata-kata yang akan disebarkan ke publik atas manfaat yang akan diperoleh dikemudian hari. Ini hanya opini pribadi, bisa benar bisa salah.

---------------------
Catatan lama (15/09/15) yang bersumber dari bincang-bincang dengan seorang rekan tentang fenomena sindir-menyindir di akun sosial media, ketika kami lagi menikmati teh talua beberapa hari sebelumnya di Bandakali - Purus, Padang.

3 komentar:

  1. Sebetulnya ada cara yang bia dilkukan mekipun itu masih d media sosial, tapi mungkin dalam bentuk yang lain seperti WA, LINE atau BBM.
    Bukankah dengan sarana ini kita bisa melakukan dialog langsung (istilah lainnya "jabri-an") tanpa orang lain tau?



    "Kalau itu saya sepakat sekali dengan Uda Ded.. Tujuannya sama, maksud kita sampai, yang dituju tidak merasa dipojokkan.. :) "

    BalasHapus
  2. mungkin yang dimaksud nyinyir kali ya? Hehee, lagi trend memang sepertinya~ padahal kalau mau, ngomong langsung aja, kurangnya apa, gitu lebih enak :)

    BalasHapus
  3. Saya juga lebih suka buat ngomong langsung daripada nyindir di medsos. Lebih pemberani :)

    Salam kenal, berkunjung balik ke blog kami yang sederhana ya :)

    https://bangicalku.wordpress.com/

    BalasHapus